Rabu, 20 Mei 2015

ETIKA PROFESI

CYBER CRIME & CYBER LAW






Disusun Oleh :           Ade Siti Cahyati
                                    Nugroho Budi Utomo
                                    Ranni Anggraeni P





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin cepat, salah satunya perkembangan internet atau dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas.Dari internet dapat memanfaatkan teknologi informasi, media dan komunikasi yang perkembangannya sudah mendunia telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.Perkembangannya menyebabkan kita berselancar melalui dunia internet atau disebut cyber space tanpa batas apapun dapat dilakukan.
Dampak positif dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat kebutuhan akan informasi pun sangat diperlukan dan membentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak dapat dihindari, seseorang menggunakannya untuk kejahatan yang disebut cyber crime. Beberapa kasus cyber crime terjadi di Indonesia, seperti pencurian dan penggunaan akun internet milik orang lain, membajak situs web salah satu kegiatan cracker adalah mengubah halaman web serta probing dan port scanning yang dilakukan cracker mengintai server dan virus yang penyebaran dilakukan dengan menggunakan email.

1.2.  Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi nilai UAS mata kuliah Etika Profesi Teknik Informatika.
2.      Sebagai  masukan  kepada  mahasiswa agar  menggunakan ilmu yang didapatnya untuk kepentingan positif. Sedangkan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat memenuhi nilai UAS pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi pada jurusan Teknik Informatika ”Kampus Bhayangkara Jakarta”
3.      Agar pemahaman tentang tindak kejahatan melalui media internet dengan sebutan Cyber Crime dan Cyber Law ini menjadi lebih mudah di mengerti bagi setiap orang yang membacanya.Dan khususnya untuk para pengguna media online, makalah ini merupakan informasi yang harus diaplikasikan dalam menggunakan media internet sebagai wadah untuk melakukan berbagai aktifitas dengan baik dan hati-hati.

1.3.  Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah dengan metode Studi Pustaka (Library Study).
Selain melakukan kegiatan tersebut diatas, kami merangkum berbagai sumber bacaan dari bahan – bahan pustaka yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang akan dijadikan bahan makalah.

 1.4.    Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini, kami hanya memfokuskan pada kasus “Penghinaan bernada diskriminasi Kesukuan dan Rasis ” yang merupakan salah satu pelanggaran hukum pada dunia maya.



BAB II
PEMBAHASAN TEMA

2.1.  Cyber Crime
Kejahatan dunia maya (cyber crime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer dan jaringan internet menjadi alat. Yang termasuk kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, penipuan kartu kredit (carding), penipuan identitas serta pornografi dll. Cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

2.2.  Motif Cyber Crime
Motif pelaku kejahatan di dunia maya (cyber crime) pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Motif intelektual, yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi. Kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh seseorang secara individual.
2. Motif ekonomi, politik, dan kriminal, yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain. Karena memiliki tujuan yang dapat berdampak besar, kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh sebuah korporasi.

2.3.  Faktor Penyebab Munculnya Cyber Crime
Jika dipandang dari sudut pandang yang lebih luas, latar belakang terjadinya kejahatan di dunia maya ini terbagi menjadi dua faktor penting, yaitu :
1.      Faktor Teknis
Dengan adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara jaringan yang satu dengan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan pihak yang satu lebih kuat daripada yang lain.
2.      Faktor Sosial ekonomi
Cyber crime dapat dipandang sebagai produk ekonomi.Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan.Keamanan jaringan merupakan isu global yang muncul bersamaan dengan internet.Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan.Melihat kenyataan seperti itu, Cybercrime berada dalam skenerio besar dari kegiatan ekonomi dunia.

2.4.  Karakteristik Cyber Crime
            Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
1.      Kejahatan kerah biru (blue collar crime), adalah tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.

2.      Kejahatan kerah putih (white collar crime), adalah tindak kejahatan dapat dibagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.

2.5.  Jenis Cyber Crime
            Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
1.    Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini.
2.    Illegal Contents
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
3.    Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email.Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
4.      Data forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
5.      Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
           Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan,perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
6.      Cyberstalking
    Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan  dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
7.      Carding
          Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
8.      Hacking dan Cracker
      Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
9.     Hijacking
          Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
10.   Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus cyber terorism sebagai berikut:
·         Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
·         Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya. Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tips  untuk melakukan hacking ke Pentagon. Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai Doktor Nuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.

2.6.  Perkembangan Cyber Crime di Indonesia
Ada beberapa faktor kasus cyber crime yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :
1.    Carding
          Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal. Biasanya dengan mencuri data internet.Sebutan pelakunya adalah carder. Menurut riset CC inc, Perusahaan yang berbasis Amerika Serikat, Indonesia memiliki carde terbanyak kedua setelah negara Ukraina.
2.      Pencurian Account User Internet( Unauthorized Access)
Merupakan salah satu dari kategori Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan penipuan), hal ini dapat terjadi karena pemilik user kurang tanggap terhadap keamanan di dunia maya, dengan membuat user dan password yang identik atau gampang ditebak memudahkan para pelaku kejahatan dunia maya ini melakukan aksinya.Pelaku penyusupan disebut Cracker (Criminal minder hacker). Jika si pelaku menguji kemampuannya , dapat dikatakan bahwa pelaku ini tergolong hacker.
3.      Denial of Service (DoS) attack
          Denial of Service (DoS) attack adalah jenis serangan terhadap sebuah komputer atau server di dalam jaringan internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki oleh komputer tersebut sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar sehingga secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk memperoleh akses layanan dari komputer yang diserang tersebut.
4.      Probing dan Port Scanning
Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya.
5.      Cyber Piracy (Pembajakan)
Kejahatan komputer yang mencetak ulang software untuk meningkatkan aksespada sistem organisasi atau individu.Di Indonesia banyak kasus ini seperti pengunduhan lagu secara ilegal yang merugikan si pemilik lagu dan company lainnya karena pembajakan ini.
6.      Deface (Membajak situs web)
          Metode kejahatan deface adalah mengubah tampilan website menjadi sesuai keinginan pelaku kejahatan. Bisa menampilkan tulisan-tulisan provokative atau gambar-gambar lucu.Merupakan salah satu jenis kejahatan dunia maya yang paling favorit karena hasil kejahatan dapat dilihat secara langsung oleh masyarakat.

2.7.  Ciri-Ciri Cyber Crime
·         Memiliki rasa keinginan tahu yang tinggi
·         Non violence (tanpa kekerasan)
·         Menggunakan peralatan dan teknologi
·         Memanfaatkan jaringan telematika
·         Kejahatan dilakukan lintas Negara
·         Sanksi terhadapa pelaku kejahatan sulit untuk dilakukan karena perbedaan hukum di negara masing-masing
·         Kerugian yang ditimbulkan lebih lebih besar dibanding kejahatan biasa

2.8.  Cara Penanganan Cyber Crime
Beberapa Hal yang perlu dilakukan dalam menangani Cybercrime adalah memperkuat aspek hukum dan aspek non hukum, sehingga meskipun tidak dapat direduksi sampai titik nol paling tidak terjadinya cybercrime dapat ditekan lebih rendah.
1.      Dengan Upaya Non Hukum
Adalah segala upaya yang lebih bersifat preventif dan persuasif terhadap para pelaku, korban dan semua pihak yang berpotensi terkait dengan kejahatan dunia maya.
2.      IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team)
            Salah satu cara mempermudah penangan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini diluar negeri mulai dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1998) yang menghentikan sistem internet kala itu.Kemudian dibentuk CERT (Computer Emergency Response Team) untuk menjadi point of contactbagi orang untuk melaporkan masalah keamanan.
3.      Dengan Upaya Hukum (Cyber Law)
Adalah segala upaya yang bersifat mengikat, lebih banyak memberikan informasi mengenai hukuman dan jenis pelanggaran/ kejahatan dunia maya secara spesifik.
4. Meningkatkan Sistem Pengamanan Jaringan Komputer. Jaringan komputer merupakan gerbang penghubung antara satu sistem komputer ke sistem yang lain. Gerbang ini sangat rentan terhadap serangan, baik berupa denial of service attack atau virus.
5. Meningkatkan kesadaran warga mengenai masalah cyber crime. Warga negara merupakan konsumen terbesar dalam dunia maya. Warga negara memiliki potensi yang sama besar untuk menjadi pelaku cyber crime atau corban cybercrime. Maka dari itu, kesadaran dari warga negara sangat penting.
6. Meningkatkan kerjasama antar negara dalam upaya penanganan cybercrime. Berbagai pertemuan atau konvensi antar beberapa negara yang membahas tentang cybercrime akan lebih mengenalkan kepada dunia tentang fenomena cybercrime terutama beberapa jenis baru.
7. Meningkatkan pemahaman & keahlian Aparatur Penegak Hukum. Aparatur penegak hukum adalah sisi brainware yang memegang peran penting dalam penegakan cyberlaw.dengan kualitas tingkat pemahaman aparat yang baik terhadap cybercrime, diharapkan kejahatan dapat ditekan.
8. Modernisasi Hukum Pidana Nasional.Sejalan dengan perkembangan teknologi, cybercrime juga mengalami perubahan yang signifikan. Contoh: saat ini kita mengenal ratusan jenis virus dengan dampak tingkat kerusakan yang semakin rumit.



BAB III
PEMBAHASAN JUDUL

3.1.  Cyber Law
Cyber law adalah hukum yang digunakan di dunia cyber, yang umumnya diasosiasikan dengan internet.Cyber law dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum banyak di negara adalah “ruang dan waktu”.Sementara itu internet jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini. Yuridis, cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikaegorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat sangat nyat meskipun alat buktinya elektronik.Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.Dari sinilah cyber law bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan.Kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu dengan banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime.

3.2.  Ruang Lingkup Cyber Law
Menurut Jonathan Roseoner dalam Cyber Law – The Law Of Internet Menyebutkan ruang lingkup cyber law :
1.      Hak cipta
2.      Hak merk
3.      Pencemaran nama baik
4.      Hate speech
5.      Hacking, virus, illegal acces
6.      Regulation internet resource
7.      Privacy
8.      Duty care, dll

3.3.  Komponen-Komponen Cyber Law
Komponen cyber law terbagi menjadi 7 (tujuh) yaitu :
1.      Tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
2.      Tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
3.      Tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang  patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;
4.      Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan
5.      Tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
6.      Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;
7.      Tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

3.4.  Azas-Azas Cyber Law
Dalam  kaitannya dengan penentuan hokum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu  :
1.       Azas Subjective Territoriality
Azas yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain.
2.       Azas Objective Territoriality
Azas yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi Negara yang bersangkutan.
3.       Azas Nasionality
Azas yang menentukan bahwa Negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hokum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4.       Azas Universality
Azas ini menentukan bahwa setiap Negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan.
5.       Azas Protective Principle
Azas yang menyatakan berlakunya hokum didasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya yang umumnya digunakan apabila korban adalah Negara atau Pemerintah.

3.5.  Cyber Law di Indonesia
Untuk negara-negara berkembang, Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India, Bangladesh, Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu  telah meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional Protocol to the Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts of a racist and xenophobic nature committed through computer system.
Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum lengkap di bidang cyberlaw. Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan DPR.Namun yang lebih penting lagi selain komitmen adalah bahwa aturan yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi.Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum dan teknologi.Kongkritnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable di bidang tersebut.
Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi.Riset ini tentu saja harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi.Hasil dari riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.
Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di bidangnya.
Sejak satu dekade terakhir Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime.Menyusun berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya.Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia.

Salah satu Contoh kasus Cyber Crime yang pernah terjadi di Indonesia yaitu ;
·         Farhat Abbas Ngetweet Berbau Sara
Jakarta (ANTARA News) – Pengacara Farhat Abbas memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan soal kicauan bernada rasis di Twitter tentang Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). “Kalau memang setelah diperiksa dan benar rasis, kita jalani proses hukum,” kata Farhat di Markas Polda Metro Jaya, Kamis.
Farhat mengaku sudah memintaa maaf kepada Ahok soal ucapannya di jejaring sosial pada 9 Januari 2013.Lewat akun @farhatabbaslaw dia mengatakan, “Ahok sana sini protes plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke orang umum katanya!  Dasar Ahok plat aja diributin!  Apapun platnya tetap Cina”.Anton Medan dan pengacara Ramdan Alamsyah kemudian melaporkan Farhat ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penghinaan bernada diskriminasi kesukuan dan rasis.Farhat mengaku ucapannya melalui Twitter “tidak bertujuan untuk menyerang Ahok dengan isu rasis dan menghina warga keturunan China.”
Suami penyanyi Nia Daniati itu juga menyebut Anton Medan dan Ramdan memperbesar masalah kecil dari ucapan melalui Twitter. Farhat Abbas dilaporkan Ramdan Alamsyah selaku Ketua KIMB dengan Pasal 4 juncto Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (“UU PDRE”) dan Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Adapun Ketua Umum DPP PITI,  Anton Medan melaporkan Farhat Abbas dengan pasal 4 huruf b angka 1 UU PDRE, serta Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE, sebagaimana diberitakan beberapa media online selama ini.












BAB IV
PENUTUP

4.1.  Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dibahas dalam makalah ini, maka dapat kami simpulkan, Cyber crime merupakan kejahatan yang timbul dari dampak negatif perkembangan teknologi. Sarana yang dipakai tidak hanya komputer melainkan jaringan internet sehingga melakukan kejahatan ini perlu proses belajar. Motif melakukan kejahatan ini disamping karena uang juga iseng.Kejahatan ini juga bisa timbul dikarenakan ketidakmampuan hukum termasuk aparat dalam menjangkaunya.Kejahatan ini bersifat maya dimaanfaatkan sipelaku tidak tampak secara fisik.
Sebagai manusia yang beradab dalam menyikapi menggunakan teknologi ini, mestinya kita dapat memilah mana yang baik dan benar dan bermanfaat bagi sesama. Kemudian mengambilnya sebagai penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu terjadi dihadapan kita.
4.2.  Saran
Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam  hal  kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.
Berkaitan dengan cyber crime tersebut maka perlu adanya supaya untuk pencegahannya untuk itu yang perlu diperhatikan adalah:
·         Segera membuat regulasi yang berkaitan dengan cyber law pada umumnya dan syber crime pada khususnya
·         Kejahatan ini merupakan global maka perlu mempertimbangnkan draft internasional yang berkaitan dengan cyber crime
·         Malakukan perjanjian ekstradisi dengan negara lain
·         Mempertimbangan penerapan alat bukti elektronik dalam hukum pembuktiannya
·         Harus ada aturan khusus mengenai cyber crime





Daftar Pustaka




Minggu, 08 Maret 2015

A.      Pengertian Sistem Pendukung Keputusan

·        Sistem
Menurut wikipedia Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan.

·        Keputusan
Menurut Davis (1988) keputusan adalah hasil dari pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan.

·        Sistem pendukung keputusan
Dibawah ini beberapa pendapat para ahli mengenain SPK :

1.      Menurut Raymond McLeod, Jr. (1998)
 Sistem pendukung keputusan merupakan sebuah sistem yang menyediakan kemampuan untuk penyelesaian masalah dan komunikasi untuk permasalahan yang bersifat semi-terstruktur.

2.      Menurut Wikipedia
Sistem pendukung keputusan (Inggris: decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer (termasuk sistem berbasis pengetahuan (manajemen pengetahuan)) yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah semi-terstruktur yang spesifik.

3.      Menurut Moore and Chang,

SPK dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis ad hoc data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa.

        Sehingga pengertian Sistem Pendukung Keputusan adalah suatu sistem interaktif yang mendukung keputusan melalui alternatif - alternatif yang diperoleh dari hasil pengolahan data, informasi, rancangan model dan sistem yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam menyelesaikan suatu masalah agar masalah yang ada dapat diselesaikan dengan baik.

Tipe Keputusan :

Structured
  • Problem yang rutin, berulang dan memiliki pemecahan yang standar berdasarkan analisa             kuantitatif

Unstructured
  • Problem yang masih kabur dan cukup kompleks yang tidak ada solusi langsung bisa dipakai.

Semi structured
  • sebagian structured dan sebagian unstructured

Unstructured dan Semi Structured perlu SPK ubtuk meningkatkan kualitas informasi, memberi beberapa alternatif solusi.

B.    Tujuan sistem pendukung keputusan
Tujuan dari Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut (Turban, 2005) :

  1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan atas masalah semi terstruktur.

     2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukannya di maksudkan untuk                         menggantikan fungsi manajer
     3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang di ambil manajer lebih daripada perbaikan                          efisiensinya
     4. Kecepatan komputasi. Komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan             banyak komputasi secara cepat dengan biaya yang rendah
     5. Peningkatan produktivitas.

C. Jenis-jenis sistem pendukung keputusan
1.      Berdasarkan tingkatan teknologi :
a.       SPK Spesifik,dengan karakterisitik tertentu
       Contoh : SPK Untuk penentuan harga satuan barang.
b.   Pembangkit SPK,software khusus yang digunakan untuk membangun dan mengembangkan SPK.Contoh : Memudahkan SPK Spesifik
c.  Perlengkapan SPK, Software & Hardware yang mendukung pembangunan SPK Spesifik dan Pembangkit SPK
Contoh : Microsoft Visual Basic 6.0.

1.      Berdasarkan tingkat dukungannya :
a.       Retrieve Information Elements
Inilah dukungan terendah yang bisa diberikan oleh DSS, yakni berupa akses selektif terhadap informasi.
b.      Analyze Entire File
Dalam tahapan ini, para manajer diberi akses untuk melihat dan menganalisis file secara lengkap.
c.       Prepare Reports from Multiple Files
Dukungan seperti ini cenderung dibutuhkan, mengingat para manajer berhubungan dengan banyak aktivitas dalam satu momen tertentu.
d.      Estimate Decision Consequences
Dalam tahapan ini, manajer dimungkinkan untuk melihat dampak dari setiap keputusan yang mungkin diambil.
e.       Propose Decision
Dukungan di tahapan ini sedikit lebih maju lagi. Suatu alternatif keputusan bisa disodorkan ke hadapan manajer untuk dipertimbangkan.
f.       Make Decision
Ini adalah jenis dukungan yang sangat diharapkan dari DSS. Tahapan ini akan memberikan sebuah keputusan yang tinggal menunggu legitimasi dari manajer untuk dijalankan.

Manfaat yang dapat diambil dari SPK adalah 
  • 1.      SPK memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data / informasi bagi pemakainya
  • 2.      SPK membantu pengambil keputusan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur
  • 3.      SPK dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan
  • 4.      Walaupun suatu SPK, mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun ia dapat menjadi stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya, karena mampu menyajikan berbagai alternatif pemecahan.


SPK juga memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah :
  • 1.      Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia yang tidak dapat dimodelkan, sehingga model yang ada dalam sistem tidak semuanya mencerminkan persoalan sebenarnya.
  • 2.      Kemampuan suatu SPK terbatas pada perbendaharaan pengetahuan yang dimilikinya (pengetahuan dasar serta model dasar).
  • 3.      Proses-proses yang dapat dilakukan SPK biasanya juga tergantung pada perangkat lunak yang digunakan.
  • 4.      SPK tidak memiliki kemampuan intuisi seperti yang dimiliki manusia. Sistem ini dirancang hanyalah untuk membantu pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya.

D.    Komponen sistem pendukung keputusan
  • 1.      Subsistem Manajemen basis data (Data Base Management Subsystem)

Subsistem data merupakan bagian yang menyelediakan data – data yang dibutuhkan oleh Base management Subsystem (DBMS). DBMS sendiri merupakan susbsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data – data yang merupakan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan pada manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan informasi yang bersumber dari luar perusahaan.

  • 2.      Subsistem manajemen basis model (Model Base Management Subsystem)

Subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan memungkinkan pengambil keputusan menganalisa secara utuh dengan mengembangkan dan membandingkan alternative solusi. Intergrasi model – model dalam Sistem Informasi Manajemen yang berdasarkan integrasi data – data dari lapangan menjadi suatu Sistem Pendukung Keputusan.

  • 3.      Subsistem perangkat lunak  penyelenggara dialog (Dialog Generation and Management Software)

Subsistem dialog merupakan bagian dari Sistem Pendukung Keputusan yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan representasi dan mekanisme control selama proses analisa dalam Sistem Pendukung Keputusan ditentukan dari kemampuan berinteraksi anatara sistem yang terpasang dengan user. Pemakai terminal dan sistem perangkat lunak merupakan komponen – komponen yang terlibat dalam susbsistem dialog yang mewujudkan komunikasi anatara user dengan sistem tersebut. Komponen dialog menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukkan dari pemakai ke dalam Sistem Pendukung Keputusan. Adapun subsistem dialog dibagi menjadi tiga, antara lain :
a.       Bahasa Aksi (The Action Language)
Merupakan tindakan – tindakan yang dilakukan user dalam usaha untuk
membangun komunikasi dengan sistem. Tindakan yang dilakukan oleh user untuk menjalankan dan mengontrol sistem tersebut tergantung rancangan sistem yang ada.

b.      Bahasa Tampilan (The Display or Presentation Langauage)
Merupakan keluaran yang dihasilakn oleh suatu Sistem Pendukung Keputusan dalam bentuk tampilan – tampilan akan memudahkan user untuk mengetahui keluaran sistem terhadap masukan – masukan yang telah dilakukan.

c.       Bahasa Pengetahuan (Knowledge Base Language)
Meliputi pengetahuan yang harus dimiliki user tentang keputusan dan tentang prosedur pemakaian Sistem Pendukung Keputusan agar sistem dapat digunakan secara efektif. Pemahaman user terhadap permasalahan yang dihadapi dilakukan diluar sistem, sebelum user menggunakan sistem untuk mengambil keputusan.

     E.Proses dalam sistem pendukung keputusan
Tahap – tahap pengambilan keputusan
Menurut Herbert A. Simon ( Kadarsah, 2002:15-16 ), tahap – tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut : 





1.   Tahap Pemahaman ( Inteligence Phace )
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.
2.   Tahap Perancangan ( Design Phace )
Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif tindakan / solusi yang dapat diambil. Tersebut merupakan representasi kejadian nyata yang disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3.   Tahap Pemilihan ( Choice Phace )
Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantaraberbagai alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan / dengan memperhatikan kriteria – kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.

4.   Tahap Impelementasi ( Implementation Phace )
Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.
  •  Contoh kasus dalam Sistem Pendukung Keputusan : 
CONTOH KASUS

Seorang Manajer ingin membuat sebuah sistem yang akan membantu dia dalam menentukan biaya operasional dalam suatu periode, lalu muncul dalam pemikirannya dia beberapa pertanyaan yang antara lain :
1.            Apa yang sebenarnya akan saya dapatkan dari system tersebut ?
2.            Jika biaya prorotipe adalah $X, apakah saya rasa biaya tersebut bisa diterima ?
Sebenarnya dari pertanyaan itu tersirat jawaban yang mungkin para Manajer dapat menanganinya, yang antara lain dengan mengembangkan system yang berbasiskan DSS ini manajer itu dapat menjawab masalah bisnisnya dengan cara membantunya dalam meningkatkan keputusan yang lebih baik dalam sisi perencanaan, komunikasi, dan kontrol terhadap para bawahan, serta dengan inipun manajer itu dapat menghemat waktu dalam pekerjaannya dalam membuat keputusan.
Disini juga Manajer dihadapkan pada beberapa alternative yang antara lain “ Jika prototype hanya bisa mengerjakan dua dari tiga tujuan operasional saya, pada biaya yang lebih rendah dari $X, apakah saya akan mengunakan sistem tersebut atau mengembangkanya agar dapat memenuhi dengan kebutuhan saya ?”.
Disini dapat ditarik titik pointnya yaitu nilai dan biaya tetap dipisahkan dan tidak disamakan. Hal ini berlaku hanya jika biaya tetap dijaga. Dari studi kasus DSS ini, nampak bahwa untuk bias menerapkan analisi nilai, dalam sebagian besar organisasi, biayanya harus dibawah $20.000.


Tugas Sistem Pendukung Keputusan
Kelompok  1 :
Ade Siti Cahyati 201210225005
Aldi Prasetyo  201210225015